THE RESET: Jobs may return as 2016 campaign issue

Jobs were a signature issue of the 2012 elections. And they're likely to be so in the 2014 midterm and 2016 presidential contests as well. That's because the jobless rate may not return to its pre-recession levels of 5-6 percent for another five to 10 years. President Barack Obama clearly has benefited politically from the drop in the jobless rate from its peak of 10 percent in October 2009 to just below 8 percent on Election Day. The Labor Department Friday said that the rate dropped still more — to 7.7 percent in November from October's 7.9 percent. The White House quickly hailed "further evidence that the U.S. economy is continuing to heal." But Alan Krueger, chairman of the president's Council of Economic Advisers, also acknowledged "more work remains to be done." Recovery from the 2008-2009 recession is at the slowest pace since the post-Great Depression period. Economic growth has averaged a shade over 2 percent so far this year. The latest White House forecast sees it rising to only 2.7 percent in 2013. Major private forecasts don't see growth above 3 percent or unemployment below 7 percent until 2015 at the earliest. And that's assuming politicians can reach a budget deal to avoid the so-called "fiscal cliff" of across-the-board tax increases and spending cuts due to kick in at the start of the new year. Heidi Shierholz, an economist for the labor-oriented Economic Policy Institute, suggests "it will take about 10 years" to get back to pre-recession unemployment levels. "This isn't good news." Forecasters say the economy must grow by 4 to 5 percent a year and add around 350,000 jobs a month — compared to 146,000 last month — to bring the jobless rate down to 6 percent before the 2016 elections. And much of the recent improvement reflects a drop in the number of adults looking for work — not new jobs.
Read More..

Ingat! Mulai Senin Kartu Langganan KRL 'Commet' Tak Berlaku Lagi

Mulai Senin 3 Desember, Kartu Commet (Commuter Electronic Ticket) yang digunakan untuk pembayaran tiket KRL secara elektronik tidak berlaku lagi. Data penumpang yang melakukan pengisian (top up) kartu ini pada November 2012 mencapai 11.865 pengguna. "Dalam rangka penerapan e-ticketing secara menyeluruh pada 2013 untuk perjalanan KRL Jabodetabek, maka terhitung mulai 3 Desember 2012 E-KTB, E-KLS dan kartu Commet tidak berlaku lagi," kata Manager Komunikasi Perusahaan PT KAI Commuter Jabodetabek, Eva Chairunisa, dalam rilisnya kepada detikcom, Minggu (2/12/2012). Eva mengatakan jumlah kartu Commet yang dikeluarkan PT KCJ mencapai 19.127 kartu dan jumlah penumpang yang melakukan pengisian pada November 2012 mencapai 11.865 orang. Jumlah terbanyak pengguna kartu itu adalah untuk lintas Depok mencapai 4.400 orang, kemudian untuk lintas Bogor sebanyak 3.993 orang, lalu lintas Bekasi 1.778 orang, lintas Serpong sebanyak 812 orang dan kartu langganan sekolah (KLS) sebanyak 882 pengguna. "Kebijakan penarikan kartu Commet dilakukan untuk mendukung persiapan penerapan e-ticketing menyeluruh pada 2013 yang akan menggunakan sistem potong saldo bukan kartu tanda berlangganan," katanya.
Read More..

Mungkinkah Rhoma Diterima Massa PKB?

Elite PKB lewat Ketua Umum Muhaimin Iskandar dan Ketua Helmy Faisal Zaini mengumumkan partainya tertarik mencapreskan Rhoma Irama. Rhoma dianggap cocok karena massa PKB adalah masyarakat dangdut. Apakah Rhoma akan diterima oleh massa akar rumput PKB? "Ada beberapa hal sulit bagi massa PKB yang mayoritas NU untuk mendukung Rhoma," kata pengamat politik UI, Maswadi Rauf, kepada detikcom, Minggu (2/12/2012). Menurut Maswadi, terdapat dua hal dasar yang membuat simpatisan PKB kemungkinan sulit mendukung Rhoma. Pertama, Rhoma tidak berasal dari kalangan santri Nahdlatul Ulama (NU). Rhoma memang aktif berdakwah, namun tetap saja merupakan orang luar pesantren NU. "Kedua, Rhoma lebih banyak dikenal sebagai raja dangdut, sebagai pemusik. Ini masalah pengalaman berpolitik, dan ini persoalan yang dapat memberatkan Rhoma Irama," ujar Maswadi. Maswadi menuturkan, keputusan Muhaimin ini masih harus diperjelas lagi, apakah memang keputusan mutlak dari PKB atau hanya segelintir orang. Muhaimin juga sebaiknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan para kiai NU sebelum memutuskan untuk mencalonkan seseorang. "Saya pikir memang harus dipertimbangkan, karena PKB adalah basis massanya dari NU, untuk berkonsultasi dengan para kiai. Tidak bisa mengambil keputusan sendiri, terutama kiai yang ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah," ujarnya. Maswadi menjelaskan, PKB tak dapat dilepaskan dari sosok Gus Dur sebagai salah satu pendirinya. Gus Dur selama ini dikenal sebagai sosok yang pluralis dan egaliter. Maswadi berpandangan simpatisan PKB akan sulit menemukan sisi pluralis dan egaliter itu di diri Rhoma Irama. "Jauhlah (Gus Dur-Rhoma). Apalagi aliran Gus Dur itu egaliter sekali. Itu yang membuat Gus Dur itu terkenal. Dan saya merasa sikap Rhoma berbanding terbalik dengan beliau (Gus Dur)," lanjut Maswadi merujuk pada kasus SARA di Pilkada DKI Jakarta yang sempat membuat Rhoma diperiksa Panwaslu. Namun, bisa saja Rhoma diterima simpatisan PKB, dengan syarat raja dangdut tersebut mau mengubah sikap, menjadi lebih egaliter dan pluralis. "Rhoma bisa saja mengubah sikap, karena dia sudah punya salah satu modal yaitu dia sudah dikenal. Bahwa dia bisa berdiri di atas semua golongan dan tidak menentang golongan tertentu," pungkasnya. Seperti diberitakan, Muhaimin bertemu Rhoma untuk menjajaki pencalonan Rhoma sebagai calon presiden. Namun, PKB masih akan mengadakan pembicaraan lanjutan terkait pencapresan sang raja dangdut berusia 66 tahun ini/ "Saya yakin kandidat dari PKB adalah Bang Haji. Saya sebagai Ketua Umum melirik Bang Haji sebagai sosok alternatif buat pencapresan. Kalau Bang Rhoma sudah positif mau nyalon, kami dari PKB akan membicarakan lebih lanjut untuk pencapresan Rhoma Irama," tutur Muhaimin, Minggu (2/12).
Read More..

Jokowi Soal Pemberian KTP di Grey Area: Nanti Diseleksi & Dikoreksi

Selama ini warga yang menghuni wilayah abu-abu alias tanah sengketa minta diberi KTP Jakarta. Nah, bagaimana jika warga itu hanya ingin mendapat fasilitas DKI seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP)? "Ya nanti dilihat, disaring, diseleksi. Koreksi-koreksi pasti ada, ada yang masih senang KTP masih ada kecintaan dengan Jakarta," kata Jokowi usai menghadiri silaturahmi ketua RT, RW, lurah, camat di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (2/12/2012). Seperti diberitakan, warga Tanah Merah Koja dan Kampung Sawah Cilincing, Jakarta Utara, berhasil merebut perhatian Gubernur DKI Jakarta terkait status tanah pemukiman mereka yang disebut grey area. Jokowi berjanji akan memberikan KTP kepada mereka dan mendirikan RT/RW. Sementara itu, ketika ditanya tentang pengawasan KJP, Jokowi menjawab pengawasannya konkret. "Orang tua ikut ngawasi, kepsek, guru ngawasi, Dinas (Dinas Pendidikan, red) awasi. Nggak mungkinlah penggunaan kartu sebanyak itu tidak ada pengawasan, tidak tepat sasaran," imbuh Jokowi. Seperti diketahui, tiap siswa penerima kartu debet KJP akan mendapatkan saldo Rp 240 ribu/bulan. Dana sebanyak itu digunakan untuk biaya pendidikan seperti ongkos transpor, membeli seragam dan alat tulis.
Read More..

Polisi Jadwalkan Tes Psikologi Ibu Tiri Penyiksa Balita

Penyidik Polres Tangerang Kabupaten berencana melakukan pemeriksaan psikologi terhadap Nurlela (26), yang diduga melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan meninggalnya anak tirinya, Anis Junistisia (4). Kepala Satuan Reskrim Polres Tangerang Kabupaten Kompol Shinto Silitonga mengatakan pihaknya telah bersurat ke Polda Metro Jaya untuk permohonan pemeriksaan psikologi oleh Biddokes. "Surat sudah maju ke Polda, tinggal nunggu jadwal dari Polda saja kapan bisanya," kata Shinto kepada detikcom, Minggu (2/12/2012). Shinto mengungkapkan, pemeriksaan psikologi dilakukan guna mengetahui kondisi kejiwaan Nurlela. Penyidikan terhadap Nurlela akan dilengkapi dengan pemeriksaan saksi. Saksi yang rencananya akan diperiksa yakni ayah korban, Nahnu Adi Saputra. "Minggu depan kami agendakan untuk BAP suaminya," imbuh Shinto. Aini Junistisia tewas setelah dilarikan ke RS Fatmawati di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Anak berusia empat tahun itu tewas akibat luka pukul di sekujur tubuhnya. Kematian Aini ini dirasakan janggal oleh ibu kandung Aini, Agustina yang sempat menjenguk ke rumah sakit. Melihat kondisi anaknya yang penuh luka dia melaporkan adanya penganiayaan ke Polres Jakarta Selatan.
Read More..

Polisi Jadwalkan Tes Psikologi Ibu Tiri Penyiksa Balita

Penyidik Polres Tangerang Kabupaten berencana melakukan pemeriksaan psikologi terhadap Nurlela (26), yang diduga melakukan penganiayaan hingga mengakibatkan meninggalnya anak tirinya, Anis Junistisia (4). Kepala Satuan Reskrim Polres Tangerang Kabupaten Kompol Shinto Silitonga mengatakan pihaknya telah bersurat ke Polda Metro Jaya untuk permohonan pemeriksaan psikologi oleh Biddokes. "Surat sudah maju ke Polda, tinggal nunggu jadwal dari Polda saja kapan bisanya," kata Shinto kepada detikcom, Minggu (2/12/2012). Shinto mengungkapkan, pemeriksaan psikologi dilakukan guna mengetahui kondisi kejiwaan Nurlela. Penyidikan terhadap Nurlela akan dilengkapi dengan pemeriksaan saksi. Saksi yang rencananya akan diperiksa yakni ayah korban, Nahnu Adi Saputra. "Minggu depan kami agendakan untuk BAP suaminya," imbuh Shinto. Aini Junistisia tewas setelah dilarikan ke RS Fatmawati di Pondok Aren, Tangerang Selatan. Anak berusia empat tahun itu tewas akibat luka pukul di sekujur tubuhnya. Kematian Aini ini dirasakan janggal oleh ibu kandung Aini, Agustina yang sempat menjenguk ke rumah sakit. Melihat kondisi anaknya yang penuh luka dia melaporkan adanya penganiayaan ke Polres Jakarta Selatan.
Read More..